![]() |
(Source: Gramedia) |
Judul : Elena
Karya : Ellya Ningsih
Tahun : 2018
Penerbit : Kata Depan
Sinopsis :
Elena
merupakan perempuan urban yang memiliki jiwa yang bebas. Elena memiliki hubungan
spesial dengan Eugene. Eugene berasal dari Kanada dan berbeda keyakinan dengan
Elena. Hingga pada akhirnya, hubungan antara Elena dan Eugene tidak direstui
oleh orang tua dari Elena. Secara diam-diam, Elena tetap berhubungan dengan
Eugene meskipun tanpa restu. Kemudian seorang laki-laki tiba-tiba datang ke
rumah Elena dan memintanya menjadi istri dari laki-laki tersebut. Orang tua
Elena jelas lebih memilih Elena untuk menikah dengan Ibnu daripada hubungan
sembunyi-sembunyi seperti yang selama ini dilakukan oleh Elena dan Eugene.
Singkat waktu, Elena menikah dengan Ibnu secara sah.
Akan
tetapi, hubungan antara Elena dan Eugene tidak berhenti meskipun Elena telah
menikah dengan Ibnu. Keduanya semakin dekat tanpa sepengetahuan Ibnu, sampai
akhirnya Elena dan Eugene melakukan zina yang sempurna. Elena menyadari
perbuatannya yang tidak adil kepada Ibnu sehingga Elena menjaga jarak dan
kemudian menghilang dari Eugene. Permasalahan tidak selesai karena Elena
mendapati hasil positif dari sebuah tespek yang dibelinya. Hingga Elena
melahirkan bayi, betapa kagetnya ketika bayi tersebut memiliki mata berwarna
biru kecoklatan.
Sebagai
suami, Ibnu tidak terima karena istrinya melahirkan anak dari yang bukan darah
dagingnya. Ibnu pun murka semurka-murkanya. Dalam masa murkanya tersebutlah,
Ibnu tidak memiliki hasrat seksual kepada Elena. Akhirnya ia membulatkan tekad
untuk menikah lagi (poligami) supaya hasrat seksualnya tertuang kembali.
Diskriminasi Gender dalam Novel
Elena Karya Ellya Ningsih
Seringkali
seseorang tidak bisa membedakan antara kodrat dan gender. Kodrat adalah sesuatu
yang diberikan oleh pencipta secara harfiah dan melekat pada tubuh manusia,
misalnya kodrat perempuan yaitu menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui.
Sedangkan gender menurut fakih (2006: 71) mengemukakakn bahwa gender merupakan
suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang
dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Perubahan ciri dan sifat-sifat
yang terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lainnya dsebut
konsep gender.
Prasangka
gender ditimbulkan oleh anggapan yang salah kaprah terhadap jenis kelamin dan
gender. Di masyarakat selama ini terjadi peneguhan pemahaman yang tidak pada
tempatnya mengenai gender. Apa yang disebut gender karena dikonstruksi secara
sosial budaya dianggap sebagai kodrat Tuhan (Fakih, 1997:10-11). Gender itu
bukanlahciptaan Tuhan, tetapi hanya ciptaan masyarakat. Masyarakat berprasangka
bahwa di balik jenis kelamin ada gender dan ternyata prasangka itu berbeda pada
masyarakay di suatu tempat dengan masyarakat di tempat lain. (Sugihastuti dan
Suharto, 2002:206)
Seksisme
merupakan suatu bentuk prasangka atau diskriminasi kepada kelompok lain karena
perbedaan jenis kelamin, umumnya terhadap perempuan. Perempuan cenderung
dianggap lemah dan memiliki posisi yang tidak layak untuk disejajarkan dengan
laki-laki. Diskriminasi terhadap gender terjadi karena paham seksisme atau
keyakinan seseorang atau sekelompok individu bahwa gender tertentu lebih baik
daripada lainnya. Bentuk-bentuk diskriminasi tersebut antara lain (Windasari,
2010:17-19):
1. Marginalisasi
adalah proses marginalisasi (peminggiran/pemiskinan) perempuan mengakibatkan
kemiskinan.
2. Subordinasi
adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau
lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Subordinasi juga bisa dikatakan
sebagai penomorduaan suatu gender tertentu.
3. Stereotype
adalah pelabelan atau penandaan yang sering bersifat negatif pada salah satu
jenis kelamin tertentu.
4. Violence
atau kekerasan adalah suatu serangan fisik maupun non-fisik yang dapat
menyebabkan korban terusik batinnya.
5. Double
burden atau beban kerja adalah suatu bentuk diskriminasi gender gimana beberapa
beban kegiatan diemban lebih banyak oleh salah satu jenis kelamin.
Dalam tulisan
ini membahas tentang diskriminasi yang didapat oleh perempuan. Menurut KBBI,
diskriminasi adalah perbedaan perlakuan terhadap sesama warga negara
(berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dan sebagainya).
Novel Elena karya Ellya Ningsih ini merupakan objek yang akan dibahas dalam
tulisan ini. Tokoh utama yaitu Elena yang mengalami diskriminasi. Berikut
bentuk-bentuk diskriminasi gender yang dialami tokoh Elena.
1. Marginalisasi
Terdapat
marginalisasi dalam novel Elena sebagai berikut.
Ketika Ibnu mengetahui kehamilan Elena
dan kondisi istrinya itu terus menerus muntah, ia memutuskan perempuan itu
harus berhenti bekerja dan beristirahat di rumah. Elena menyetujuinya, selama
ini pun dia merasa was-was setiap hari, khawatir Eugene nekat mendatanginya ke
kantor setelah tidak pernah berhasil menghubunginya. (Hlm. 113)
Ibnu yang merupakan suami dari Elena
merasa kehamilan yang sedang dialami istrinya tersebut melelahkan sehingga menyuruh
Elena untuk berhenti bekerja. Hal tersebut merupakan marginalisasi dari Ibnu
kepada Elena. Elena dibuat bergantung kepada Ibnu.
2. Subordinasi
Terdapat
subordinasi dalam novel Elena sebagai berikut.
Elena
mengangguk perlahan, makin erat memeluk kaki Ibnu. Seandainya sujud di kakinya
bisa meredakan murkanya, pasti akan ia lakukan. Ia sungguh-sungguh tak ingin
kehilangan pintu surga terdekat yang bisa diraihnya. (Hlm. 132)
Dalam data diatas membuktikan bahwa
laki-laki memiliki derajat lebih tinggi daripada perempuan. Junjungan dari data
tersebut berdasarkan ajaran islam yang menjunjung tinggi derajat laki-laki. Ajaran
islam juga mengajarkan bahwa istri yang berbakti kepada istrinya, akan mendapat
tawaran surga.
Diluar dari ajaran agama,
sesungguhnya tindakan yang dilakukan oleh Elena tersebut berlebihan. Laki-laki
sangat dihormati sampai Elena memegang kaki Ibnu untuk memohon maafnya. Tentu
saja harga diri seorang perempuan seolah tercoreng dari tindakan ini. Perempuan
mengalami penomorduaan dan tidak mendapatkan kesetaraan dalam rumah tangga. Patriarki
yang tercermin dalam data tersebut begitu terasa.
3. Stereotype
Terdapat
stereotype dalam novel Elena sebagai berikut.
“Kenapa ia tidak memakai kerudung?”
tanya Maryam berbisik, tetapi masih cukup terdengar jelas di telinga Elena.
“Mungkin karena ia belum merasakan
nikmatnya berkerudung. Setiap orang punya waktunya masing-masing, kita tunggu
saja.” Ibnu menjawab dengan balik berbisik. (Hlm. 86)
Dalam hukum Islam, perempuan memang
diwajibkan untuk menutup auratnya. Aurat perempuan merupakan seluruh tubuh
kecuali wajah dan telapak tangan maupun
kaki. Apabila berada di lingkungan yang
mayoritas beragama islam, perempuan yang tidak memakai kerudung mendapat
perspektif yang negatif dari lingkungannya. Perempuan yang tidak memakai
kerudung dianggap tidak memiliki identitas dan tidak memperlihatkan agama yang
sedang dianutnya sebagai seorang muslim.
Sesungguhnya perempuan memiliki
kebebasan untuk memakai pakaian. Walaupun dalam hukum agama perempuan memang
diwajibkan untuk menutup auratnya, akan tetapi tidak bisa memandang perempuan
yang tidak memakai kerudung berarti ia tidak baik. Disini terdapat doktrin
agama yang begitu kental. Seharusnya pemikiran harus lebih terbuka dan tidak
perlu membahas kewajiban seseorang dalam memilih pakaiannya.
4. Violence
Terdapat
kekerasan dalam novel Elena sebagai berikut.
Akhirnya, Elena mengiakan lamaran itu
setelah ibunya menjadi sakit karena terlalu memikirkan nasib putri semata
wayangnya. Tanggal dan tempat pernikahan sudah ditetapkan sementara dia sendiri
belum menemukan cara bagaimana harus menyampaikan berita itu kepada Eugene.
(Hlm. 85)
Kekerasan
yang diterima oleh Elena dalam data tersebut yaitu kekerasan non-fisik atau
batin. Elena mengalami pemaksaan pernikahan yang sebenarnya ia tidak mencintai
calon suaminya tersebut. Tentu saja hal tersebut merupakan kekerasan meskipun
tidak secara verbal.
Orang
tua di negara Indonesia merasa belum purna tugasnya sebagai orang tua apabila
ia belum menikahkan anaknya. Seorang anak untuk memilih pasangannya pun harus
berdasarkan restu dari orang tua. Maka dari itu, orang tua dalam novel Elena
masih memiliki kuasa penuh untuk memilihkan pasangan untuk anaknya sesuai
dengan apa yang diinginkan orang tuanya. Padahal yang akan menjalani bahtera
rumah tangga disini tentu seorang anak, tetapi budaya Indonesia seolah
memberikan kebebasan kepada orang tua untuk memilih siapa yang paling tepat
untuk menjadi menantunya daripada seorang anak untuk memilih siapa pasangannya.
5. Double
Burden
Terdapat
beban kerja dalam novel Elena sebagai berikut.
“Baiklah, jika begitu kami akan berusaha
lebih cepat pulang untuk menjenguk kalian dan mengecek toko-toko kita di
beberapa kota lainnya. Ini tidak akan lama hanya beberapa tahun saja, setelah
toko di Kanada dibuka dan bisa beroperasi dengan baik, kami akan segera kembali
lagi tinggal di Jakarta.” Ibnu akhirnya menyerah dengan keputusan Elena dan
Maryam. (Hlm. 200)
Setelah Elena dipoligami, Ibnu
selaku suaminya akan berangkat ke Kanada untuk menambah bisnisnya disana. Ibnu
pun berangkat bersama istri barunya, yaitu Adinda. Elena mendapat beban kerja
yang ganda karena ia harus mengurus anaknya sendiri, juga mengurus rumah
tangganya. Sedangkan suaminya bekerja di luar negeri.
Beban kerja yang dilimpahkan kepada
Elena tersebut merupakan hal yang tidak adil. Melakukan pekerjaan domestik,
mengurus anak, tentunya tidak hanya dilimpahkan kepada seorang perempuan.
Laki-laki juga bisa melakukan hal serupa. Tetapi dalam novel tersebut masih
sangat patriarki sehingga perempuan yang harus menanggung semua beban domestik
dan urusan anak.
Dalam novel tersebut bisa
disimpulkan bahwa menjadi perempuan memanglah tidak mudah dan beresiko. Resiko
yang diterima apabila perempuan yang tidak bekerja hanya bisa pasrah ketika
dipoligami dan tidak punya pilihan lain karena ketergantungannya dibidang
ekonomi kepada seorang laki-laki. Laki-laki yang memutuskan untuk menikah lagi
tentu digambarkan sebagai laki-laki yang sangat patriarki.
Dengan ditulisnya tulisan ini ingin
menumbuhkan sikap perempuan supaya tidak mudah diatur segala tindakannya karena
seorang perempuan merupakan manusia yang juga memiliki hak dalam mengendalikan
kehidupannya. Perempuan harus sadar
ketika dirinya menerima diskriminasi dan bisa segera bertindak sebaik-baiknya.
Komentar
Posting Komentar