![]() |
(Source: pinterest) |
Perempuan
diciptakan dengan tubuh yang sempurna. Dalam memelihara tubuhnya, perempuan
memiliki stereotipe yang masyarakat buat demi mengeramatkan seorang perempuan.
Stereotipe tubuh perempuan yang beredar dalam pandangan masyarakat cenderung
seksisme. Seksisme merupakan perspektif pada seorang perempuan yang
mendiskriminasi jenis kelamin atau gender belaka. Seksisme yang seringkali
terjadi yaitu anggapan bahwa seorang perempuan sebagai makhluk yang lemah.
Sejak saya masih berada di bangku SD, saya sangat merasakan perlakuan-perlakuan istimewa yang seringkali saya dapatkan. Ketika mau mengangkat bangku, teman laki-laki saya langsung mengambil alih pekerjaan saya dengan berkata "biar aku aja, kamu nggak akan kuat". Dengan ungkapan tersebut menganggap bahwa perempuan itu lemah dan selalu membutuhkan pertolongan. Tetap saja, bagi saya perbuatan tersebut sebagai suatu hal yang seksis.
Tubuh
perempuan yang dikonstruksikan sebagai perempuan yang lemah dapat dipengaruhi
dari perlakuan yang diterima saat masih kecil. Perempuan balita diarahkan pada
permainan yang berada di dalam rumah seperti memasak, memainkan boneka, dan
aktivitas-aktivitas yang ringan. Sedangkan laki-laki sejak kecil sudah
diajarkan untuk bermain diluar dengan main layangan, sepak bola, dan aktivitas-aktivitas
yang berat.
Perempuan juga diidentikkan untuk menjadi anak rumahan. Terdapat peraturan tidak tertulis bahwa perempuan tidak boleh pulang malam-malam. Kalau di perumahan saya yang sebelumnya, ketika ada perempuan yang pulang lebih dari jam sepuluh malam akan menjadi bahan gibahan tetangga-tetangga. Tentu saja perempuan yang pulang malam dikaitkan dengan anak yang nakal dan orangtuanya tidak becus mendidik anaknya. Padahal antara pulang malam dan orangtua yang tidak becus mendidik anaknya tentu saja berbeda. Bisa saja perempuan tersebut sedang mendapatkan tugas kuliah yang banyak sehingga harus lembur di kampus, atau ada kegiatan yang mengharuskan pulang malam. Jaman sudah semaju ini masa masih mau memandang buruk perempuan yang pulang malam?Kuno.
Seiring
berjalannya waktu, perempuan semakin mudah untuk mendapat hak-haknya dalam
hidup. Hal tersebut juga dorongan dari perjuangan kaum feminis yang
menginginkan kesetaraan hak dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. Tetapi,
perjuangan kaum feminis masih belum selesai karena perempuan masih seringkali
dijadikan sebagai objek seksualitas.
Misalnya
dalam kasus permerkosaan, perempuan dijadikan sebagai objek laki-laki untuk
pemuasan nafsunya. Yang paling menyakitkan ketika dalam kasus pemerkosaan,
perempuan disalahkan karena ia dituduh menggunakan pakaian yang seksi atau
lebih dulu menggoda laki-laki. Padahal dalam realitanya, mau memakai pakaian
apapun, jika pemerkosa tidak memikirkan dan membayangkan tentang seksualitas,
tentunya tindakan pemerkosaan tidak akan terjadi. Tindakan pemerkosaan tidak
bisa ditentukan dari korban yang diperkosa memakai pakaian apa, tetapi pikiran
pemerkosa yang menjadi penyebab tindakan tersebut.
Tidak
ada tubuh yang rela untuk diperkosa. Tindakan perkosaan juga dapat berpengaruh
pada psikis perempuan karena hal tersebut merupakan paksaan. Belum lagi
keluarga yang harus menanggung malu apabila memiliki anggota keluarga yang
sudah diperkosa. Kasus pemerkosaan dijadikan sebagai aib keluarga.
Saya
pernah memiliki teman bernama Angel (bukan nama sebenarnya). Angel diperkosa
oleh lima orang temannya saat mabuk bersama. Tidak lama setelah kejadian
permerkosaan tersebut, Angel hamil tanpa tahu siapa ayah yang pasti dari anak
yang dikandungnya. Secepat kilat berita tersebut menyebar ke seluruh penjuru
desa, sehingga Angel dianggap sebagai aib keluarga. Orang tua pihak perempuan
sangat marah sehingga mencambuk anaknya hingga pingsan. Kelima pemerkosa
tersebut tidak mau bertanggung jawab dengan menyalahkan Angel karena ikut mabuk.
Pembelaan pemerkosa tersebut menggunakan alasan “ketika mabuk, orang tidak akan
sadar dengan apa yang dilakukannya”. Sangat klise dan hanya sekadar pembelaan
tanpa berdasar logika yang jelas.
Kasus
pemerkosaan seperti ini secara tidak langsung menyatakan bahwa perempuan yang
mabuk layak diperkosa. Sehingga pada akhirnya, ayah dari pihak perempuan
menuntut tanggung jawab laki-laki yang memperkosanya. Angel disuruh memilih
salah satu dari kelima laki-laki yang telah memperkosanya tersebut. Setelah
Angel memilih satu diantara kelima orang yang memperkosanya untuk menikah
dengannya, laki-laki pilihan Angel tersebut kabur sehingga Angel harus merawat
anaknya seorang diri.
Sebenarnya,
tidak ada perempuan yang mau untuk diperkosa. Perempuan yang memakai pakaian
seksi, tidak meminta dirinya untuk diperkosa. Pakaian tersebut merupakan
kebebasan dari seorang perempuan. Begitu pula dengan perempuan yang sedang
mabuk maupun yang pulang malam. Tidak ada pembenaran yang harus dibela dalam
kasus pemerkosaan.
Perempuan
yang dikambinghitamkan dalam kasus pemerkosaan tentu dirugikan. Selain masih
menanggung tubuh yang sudah dianggap tidak berharga, masih menanggung malu
karena sudah berhubungan seksual meskipun bukan atas dasar kemauannya. Zerlina
Maxwell menulis bahwa ‘budaya pemerkosaan adalah saat kita mengajari wanita
cara untuk tidak diperkosa, bukannya mengajarkan laki-laki untuk tidak
memperkosa’.
![]() |
(Source: Pinterest) |
Komentar
Posting Komentar