perempuan dengan tubuhnya (1)

(Source: pinterest)

Perempuan diciptakan dengan tubuh yang sempurna. Dalam memelihara tubuhnya, perempuan memiliki stereotipe yang masyarakat buat demi mengeramatkan seorang perempuan. Stereotipe tubuh perempuan yang beredar dalam pandangan masyarakat cenderung seksisme. Seksisme merupakan perspektif pada seorang perempuan yang mendiskriminasi jenis kelamin atau gender belaka. Seksisme yang seringkali terjadi yaitu anggapan bahwa seorang perempuan sebagai makhluk yang lemah.
Sejak saya masih berada di bangku SD, saya sangat merasakan perlakuan-perlakuan istimewa yang seringkali saya dapatkan. Ketika mau mengangkat bangku, teman laki-laki saya langsung mengambil alih pekerjaan saya dengan berkata "biar aku aja, kamu nggak akan kuat". Dengan ungkapan tersebut menganggap bahwa perempuan itu lemah dan selalu membutuhkan pertolongan. Tetap saja, bagi saya perbuatan tersebut sebagai suatu hal yang seksis.
Tubuh perempuan yang dikonstruksikan sebagai perempuan yang lemah dapat dipengaruhi dari perlakuan yang diterima saat masih kecil. Perempuan balita diarahkan pada permainan yang berada di dalam rumah seperti memasak, memainkan boneka, dan aktivitas-aktivitas yang ringan. Sedangkan laki-laki sejak kecil sudah diajarkan untuk bermain diluar dengan main layangan, sepak bola, dan aktivitas-aktivitas yang berat.
Perempuan juga diidentikkan untuk menjadi anak rumahan. Terdapat peraturan tidak tertulis bahwa perempuan tidak boleh pulang malam-malam. Kalau di perumahan saya yang sebelumnya, ketika ada perempuan yang pulang lebih dari jam sepuluh malam akan menjadi bahan gibahan tetangga-tetangga. Tentu saja perempuan yang pulang malam dikaitkan dengan anak yang nakal dan orangtuanya tidak becus mendidik anaknya. Padahal antara pulang malam dan orangtua yang tidak becus mendidik anaknya tentu saja berbeda. Bisa saja perempuan tersebut sedang mendapatkan tugas kuliah yang banyak sehingga harus lembur di kampus, atau ada kegiatan yang mengharuskan pulang malam. Jaman sudah semaju ini masa masih mau memandang buruk perempuan yang pulang malam?Kuno.
Seiring berjalannya waktu, perempuan semakin mudah untuk mendapat hak-haknya dalam hidup. Hal tersebut juga dorongan dari perjuangan kaum feminis yang menginginkan kesetaraan hak dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. Tetapi, perjuangan kaum feminis masih belum selesai karena perempuan masih seringkali dijadikan sebagai objek seksualitas.
Misalnya dalam kasus permerkosaan, perempuan dijadikan sebagai objek laki-laki untuk pemuasan nafsunya. Yang paling menyakitkan ketika dalam kasus pemerkosaan, perempuan disalahkan karena ia dituduh menggunakan pakaian yang seksi atau lebih dulu menggoda laki-laki. Padahal dalam realitanya, mau memakai pakaian apapun, jika pemerkosa tidak memikirkan dan membayangkan tentang seksualitas, tentunya tindakan pemerkosaan tidak akan terjadi. Tindakan pemerkosaan tidak bisa ditentukan dari korban yang diperkosa memakai pakaian apa, tetapi pikiran pemerkosa yang menjadi penyebab tindakan tersebut.

(Source: Pinterest)
Tidak ada tubuh yang rela untuk diperkosa. Tindakan perkosaan juga dapat berpengaruh pada psikis perempuan karena hal tersebut merupakan paksaan. Belum lagi keluarga yang harus menanggung malu apabila memiliki anggota keluarga yang sudah diperkosa. Kasus pemerkosaan dijadikan sebagai aib keluarga.
Saya pernah memiliki teman bernama Angel (bukan nama sebenarnya). Angel diperkosa oleh lima orang temannya saat mabuk bersama. Tidak lama setelah kejadian permerkosaan tersebut, Angel hamil tanpa tahu siapa ayah yang pasti dari anak yang dikandungnya. Secepat kilat berita tersebut menyebar ke seluruh penjuru desa, sehingga Angel dianggap sebagai aib keluarga. Orang tua pihak perempuan sangat marah sehingga mencambuk anaknya hingga pingsan. Kelima pemerkosa tersebut tidak mau bertanggung jawab dengan menyalahkan Angel karena ikut mabuk. Pembelaan pemerkosa tersebut menggunakan alasan “ketika mabuk, orang tidak akan sadar dengan apa yang dilakukannya”. Sangat klise dan hanya sekadar pembelaan tanpa berdasar logika yang jelas.
Kasus pemerkosaan seperti ini secara tidak langsung menyatakan bahwa perempuan yang mabuk layak diperkosa. Sehingga pada akhirnya, ayah dari pihak perempuan menuntut tanggung jawab laki-laki yang memperkosanya. Angel disuruh memilih salah satu dari kelima laki-laki yang telah memperkosanya tersebut. Setelah Angel memilih satu diantara kelima orang yang memperkosanya untuk menikah dengannya, laki-laki pilihan Angel tersebut kabur sehingga Angel harus merawat anaknya seorang diri.
Sebenarnya, tidak ada perempuan yang mau untuk diperkosa. Perempuan yang memakai pakaian seksi, tidak meminta dirinya untuk diperkosa. Pakaian tersebut merupakan kebebasan dari seorang perempuan. Begitu pula dengan perempuan yang sedang mabuk maupun yang pulang malam. Tidak ada pembenaran yang harus dibela dalam kasus pemerkosaan.
Perempuan yang dikambinghitamkan dalam kasus pemerkosaan tentu dirugikan. Selain masih menanggung tubuh yang sudah dianggap tidak berharga, masih menanggung malu karena sudah berhubungan seksual meskipun bukan atas dasar kemauannya. Zerlina Maxwell menulis bahwa ‘budaya pemerkosaan adalah saat kita mengajari wanita cara untuk tidak diperkosa, bukannya mengajarkan laki-laki untuk tidak memperkosa’.
(Source: Pinterest)

Komentar