![]() |
(Source: pinterest) |
Bagi laki-laki, tubuh perempuan memang menarik. Berbagai iklan dewasa dan film dewasa memperlihatkan tubuh perempuan sebagai tujuan komersial untuk semata-mata menumbuhkan gairah seksual yang disukai oleh laki-laki. Laki-laki merupakan makhluk visual, gairah seksual yang ia miliki merupakan hal yang lumrah sehingga mewajarkan tindakan onani. Akan tetapi, bagaimana dengan perempuan yang melakukan masturbasi?
Gairah
seksualitas perempuan dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. Sedangkan dari
dalam dipengaruhi oleh suasana hati yang sedang baik. Suasana hati sangat
berpengaruh pada psikis perempuan karena suasana hati perempuan sangat mudah
berganti-ganti sesuai keadaan (mood-swing).
Selain itu, gairah seksualitas perempuan dari dalam juga dapat dipengaruhi oleh
hormon estrogen dan progesteron yang sedang aktif. Sayangnya, gairah seksual
perempuan tidak dapat dilontarkan secara gamblang dalam pergaulan. Perempuan
akan sulit untuk mengakui bahwa dirinya memiliki gairah seksual atau pernah
melakukan masturbasi.
Banyak
perempuan yang tidak ingin mengaku bahwa ia pernah memiliki gairah seksual atau
melakukan masturbasi. Masturbasi masih sangat tabu dalam pergaulan. Perempuan
berbeda dengan laki-laki dalam dunia seksual pada lingkungan pergaulannya. Laki-laki
bisa saja mengaku dengan sukarela apabila dia pernah melakukan onani, tetapi
tidak untuk perempuan yang sangat menutupi permasalahan seksualnya.
Perempuan
yang mengaku pernah melakukan masturbasi akan dicap sebagai perempuan yang
tidak baik. Bagi perempuan, hasrat seksual itu sebagai aib yang tidak boleh
diketahui orang lain karena sifatnya yang pribadi. Padahal sebenarnya itu
merupakan kebebasan bagi seorang perempuan untuk melakukannya. Bukankah gairah
seksual juga dimiliki oleh perempuan?
![]() |
(Source: pinterest) |
Selain itu, konstruksi sosial juga begitu kejamnya kepada perempuan yang sudah tidak perawan. Pengertian perawan yang sedang menjalar di pikiran masyarakat yaitu perempuan yang selaput daranya masih utuh. Seorang perempuan dapat diketahui apakah dia masih perawan atau tidak hanya dengan melihat perempuan tersebut ketika berhubungan seksual mengeluarkan darah dari vaginanya atau tidak. Apabila dia mengeluarkan darah, dia masih perawan. Sebaliknya apabila tidak mengeluarkan darah, dia tidak perawan. Hanya sebatas itu.
Tidak
semua perempuan dilahirkan memiliki selaput dara atau hymen. Ada yang dilahirkan tanpa hymen, ada pula yang memiliki hymen
sangat tipis sehingga mudah robek akibat aktivitas berat seperti olahraga yang
berlebihan. Ada juga yang memiliki hymen
yang tebal sehingga beberapa kalipun melakukan penetrasi, bentuknya tetap utuh.
Konsep
keperawanan dibentuk oleh budaya. Dalam kedokteran, istilah perawan tidak ada. Perempuan
yang masih perawan dianggap sebagai perempuan yang suci. Tuntutan sosial
juga mengharuskan perempuan untuk
menjaga kesuciannya supaya tetap memiliki harga diri. Perempuan yang sudah
tidak suci akan sulit untuk mendapatkan pasangan hidup karena sudah pernah
dipakai oleh laki-laki sebelum menikah.
Mengutip
dalam informasi kompasiana yang berjudul “Istri Dicerai Karena Tidak Perawan”,
pernah terjadi suatu peristiwa tentang pernikahan seorang pasangan muda yang
telah lama memadu kasih. Sang suami tidak melihat adanya darah dari istrinya
pada malam pertamanya. Ia yakin bahwa istrinya sudah tidak perawan dan ia
kecewa pada istrinya. Argumen dari istrinya tersebut menyatakan bahwa belum
melakukan hubungan seksual. Akan tetapi, karena istrinya tidak mengeluarkan
darah pada malam pertamanya membuat suaminya memiliki keputusan bulat untuk
menceraikan istrinya.
Informasi
dari kompasiana tersebut membuktikan bahwa pemikiran masyarakat masih mudah
terpengaruh pada pernyataan yang bersifat perspektif. Apabila edukasi seks
tetap dianggap tabu justru akan melanggengkan pemikiran tanpa berdasar
penelitian yang jelas. Masyarakat akan untuk mudah menjustifikasi suatu hal. Banyak laki-laki korban pandangan seputar perawan tersebut sangat
mengidam-idamkan perempuan perawan. Hegemoni masyarakat menggambarkan
perempuan perawan ketika berhubungan seksual pertama kali dapat memberikan
sensasi tersendiri. Perempuan perawan diyakini lebih kencang dan menyalurkan
perasaan bangga telah menyetubuhi perempuan yang masih orisinil.
Apabila
pemikiran demikian terus turun menurun dari generasi ke generasi, perempuan
diperumpamakan sebagai sebuah barang yang bisa dipakai. Realitanya, perempuan
bukanlah sebuah barang yang bisa dipakai. Seharusnya, perempuan harus
diperlakukan selayaknya manusia yang memiliki pikiran dan perasaan. Perempuan
juga memiliki masa lalu yang tidak bisa dihakimi hanya dengan peristiwa yang
pernah ia alami.
Budaya
timur melarang persetubuhan sebelum pernikahan. Tentu hal tersebut dipengaruhi
oleh agama yang mengatakan dosa besar apabila melakukan persetubuhan sebelum
pernikahan. Sebenarnya sangat bagus apabila agama telah memberikan solusi yang
terbaik yaitu bagi siapa yang menginginkan aktivitas seksual haruslah melalui
pernikahan yang sah supaya apapun resiko yang berdampak bisa
dipertanggungjawabkan.
Akan
tetapi, konsep perawan hanya dititikberatkan pada perempuan. Hanya perempuan yang
bisa dilihat secara kasat mata perbedaan perempuan yang masih perawan dan yang
sudah tidak perawan. Pemikiran yang demikian tentu tidak adil bagi perempuan
karena hal serupa tidak berlaku bagi laki-laki. Laki-laki tidak bisa dilihat
dengan kasat mata apakah dia masih perjaka atau tidak. Dengan adanya konsep
perawan ini jelas merugikan perempuan seolah perempuan yang sudah tidak perawan
tidak bisa dipandang sebagai perempuan yang bermartabat.
Perempuan
yang sudah tidak perawan dipandang sebelah mata dalam pergaulannya. Seolah-olah
keperawanan dapat menentukan nilai dari perempuan itu sendiri. Kehilangan
keperawanan bisa karena berbagai faktor, misalnya perempuan yang telah
diperkosa, mengalami kecelakaan sehingga selaput daranya robek, atau memang
melakukan hubungan seksual. Perempuan tidak bisa dipandang hanya sebatas apakah
perempuan tersebut masih perawan atau tidak, perawan hanyalah status. Tidak
bisa disimpulkan bahwa seluruh kehidupan perempuan yang tidak perawan tersebut
buruk. Bisa saja hal tersebut karena dosa masa lalu yang pernah ia lakukan.
Saya
tidak melegalkan seks bebas meskipun tetap menghargai perempuan yang sudah
tidak perawan. Seks bebas memiliki resiko yang ditanggung begitu besar,
alangkah lebih baik apabila hubungan seksual dilakukan setelah pernikahan.
Pemikiran yang terbuka lebih disarankan untuk tidak menjustifikasi secara
berlebihan.
Hidup
di negara yang masyarakatnya masih mudah menghakimi memang merugikan perempuan
yang dianggap sebagai objek seksualitas. Seolah-olah perempuan yang tidak
perawan harus diasingkan dari pergaulan. Perempuan tidak perlu merasa minder
meskipun dirinya sudah tidak perawan. Perempuan tetap memiliki harga diri tanpa
harus memikirkan keperawanannya. Beberapa teman laki-laki yang bersedia saya
wawancarai pun mau menerima pasangannya sekalipun perempuan tersebut sudah
tidak perawan. Meskipun ada pula yang masih fanatik untuk mencari pasangan yang
masih perawan, padahal ia sudah beberapa kali berhubungan seksual.
![]() |
(Source: pinterest) |
Komentar
Posting Komentar