perempuan dengan tubuhnya (2)

(Source: pinterest)

        Bagi laki-laki, tubuh perempuan memang menarik. Berbagai iklan dewasa dan film dewasa memperlihatkan tubuh perempuan sebagai tujuan komersial untuk semata-mata menumbuhkan gairah seksual yang disukai oleh laki-laki. Laki-laki merupakan makhluk visual, gairah seksual yang ia miliki merupakan hal yang lumrah sehingga mewajarkan tindakan onani. Akan tetapi, bagaimana dengan perempuan yang melakukan masturbasi?
Gairah seksualitas perempuan dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. Sedangkan dari dalam dipengaruhi oleh suasana hati yang sedang baik. Suasana hati sangat berpengaruh pada psikis perempuan karena suasana hati perempuan sangat mudah berganti-ganti sesuai keadaan (mood-swing). Selain itu, gairah seksualitas perempuan dari dalam juga dapat dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron yang sedang aktif. Sayangnya, gairah seksual perempuan tidak dapat dilontarkan secara gamblang dalam pergaulan. Perempuan akan sulit untuk mengakui bahwa dirinya memiliki gairah seksual atau pernah melakukan masturbasi.
Banyak perempuan yang tidak ingin mengaku bahwa ia pernah memiliki gairah seksual atau melakukan masturbasi. Masturbasi masih sangat tabu dalam pergaulan. Perempuan berbeda dengan laki-laki dalam dunia seksual pada lingkungan pergaulannya. Laki-laki bisa saja mengaku dengan sukarela apabila dia pernah melakukan onani, tetapi tidak untuk perempuan yang sangat menutupi permasalahan seksualnya.
Perempuan yang mengaku pernah melakukan masturbasi akan dicap sebagai perempuan yang tidak baik. Bagi perempuan, hasrat seksual itu sebagai aib yang tidak boleh diketahui orang lain karena sifatnya yang pribadi. Padahal sebenarnya itu merupakan kebebasan bagi seorang perempuan untuk melakukannya. Bukankah gairah seksual juga dimiliki oleh perempuan?

(Source: pinterest)

         Selain itu, konstruksi sosial juga begitu kejamnya kepada perempuan yang sudah tidak perawan. Pengertian perawan yang sedang menjalar di pikiran masyarakat yaitu perempuan yang selaput daranya masih utuh. Seorang perempuan dapat diketahui apakah dia masih perawan atau tidak hanya dengan melihat perempuan tersebut ketika berhubungan seksual mengeluarkan darah dari vaginanya atau tidak. Apabila dia mengeluarkan darah, dia masih perawan. Sebaliknya apabila tidak mengeluarkan darah, dia tidak perawan. Hanya sebatas itu.
Tidak semua perempuan dilahirkan memiliki selaput dara atau hymen. Ada yang dilahirkan tanpa hymen, ada pula yang memiliki hymen sangat tipis sehingga mudah robek akibat aktivitas berat seperti olahraga yang berlebihan. Ada juga yang memiliki hymen yang tebal sehingga beberapa kalipun melakukan penetrasi, bentuknya tetap utuh.
Konsep keperawanan dibentuk oleh budaya. Dalam kedokteran, istilah perawan tidak ada. Perempuan yang masih perawan dianggap sebagai perempuan yang suci. Tuntutan sosial juga  mengharuskan perempuan untuk menjaga kesuciannya supaya tetap memiliki harga diri. Perempuan yang sudah tidak suci akan sulit untuk mendapatkan pasangan hidup karena sudah pernah dipakai oleh laki-laki sebelum menikah.
Mengutip dalam informasi kompasiana yang berjudul “Istri Dicerai Karena Tidak Perawan”, pernah terjadi suatu peristiwa tentang pernikahan seorang pasangan muda yang telah lama memadu kasih. Sang suami tidak melihat adanya darah dari istrinya pada malam pertamanya. Ia yakin bahwa istrinya sudah tidak perawan dan ia kecewa pada istrinya. Argumen dari istrinya tersebut menyatakan bahwa belum melakukan hubungan seksual. Akan tetapi, karena istrinya tidak mengeluarkan darah pada malam pertamanya membuat suaminya memiliki keputusan bulat untuk menceraikan istrinya.
Informasi dari kompasiana tersebut membuktikan bahwa pemikiran masyarakat masih mudah terpengaruh pada pernyataan yang bersifat perspektif. Apabila edukasi seks tetap dianggap tabu justru akan melanggengkan pemikiran tanpa berdasar penelitian yang jelas. Masyarakat akan untuk mudah menjustifikasi suatu hal. Banyak laki-laki korban pandangan seputar perawan tersebut sangat mengidam-idamkan perempuan perawan. Hegemoni masyarakat menggambarkan perempuan perawan ketika berhubungan seksual pertama kali dapat memberikan sensasi tersendiri. Perempuan perawan diyakini lebih kencang dan menyalurkan perasaan bangga telah menyetubuhi perempuan yang masih orisinil.
Apabila pemikiran demikian terus turun menurun dari generasi ke generasi, perempuan diperumpamakan sebagai sebuah barang yang bisa dipakai. Realitanya, perempuan bukanlah sebuah barang yang bisa dipakai. Seharusnya, perempuan harus diperlakukan selayaknya manusia yang memiliki pikiran dan perasaan. Perempuan juga memiliki masa lalu yang tidak bisa dihakimi hanya dengan peristiwa yang pernah ia alami.
Budaya timur melarang persetubuhan sebelum pernikahan. Tentu hal tersebut dipengaruhi oleh agama yang mengatakan dosa besar apabila melakukan persetubuhan sebelum pernikahan. Sebenarnya sangat bagus apabila agama telah memberikan solusi yang terbaik yaitu bagi siapa yang menginginkan aktivitas seksual haruslah melalui pernikahan yang sah supaya apapun resiko yang berdampak bisa dipertanggungjawabkan.
Akan tetapi, konsep perawan hanya dititikberatkan pada perempuan. Hanya perempuan yang bisa dilihat secara kasat mata perbedaan perempuan yang masih perawan dan yang sudah tidak perawan. Pemikiran yang demikian tentu tidak adil bagi perempuan karena hal serupa tidak berlaku bagi laki-laki. Laki-laki tidak bisa dilihat dengan kasat mata apakah dia masih perjaka atau tidak. Dengan adanya konsep perawan ini jelas merugikan perempuan seolah perempuan yang sudah tidak perawan tidak bisa dipandang sebagai perempuan yang bermartabat.
Perempuan yang sudah tidak perawan dipandang sebelah mata dalam pergaulannya. Seolah-olah keperawanan dapat menentukan nilai dari perempuan itu sendiri. Kehilangan keperawanan bisa karena berbagai faktor, misalnya perempuan yang telah diperkosa, mengalami kecelakaan sehingga selaput daranya robek, atau memang melakukan hubungan seksual. Perempuan tidak bisa dipandang hanya sebatas apakah perempuan tersebut masih perawan atau tidak, perawan hanyalah status. Tidak bisa disimpulkan bahwa seluruh kehidupan perempuan yang tidak perawan tersebut buruk. Bisa saja hal tersebut karena dosa masa lalu yang pernah ia lakukan.
Saya tidak melegalkan seks bebas meskipun tetap menghargai perempuan yang sudah tidak perawan. Seks bebas memiliki resiko yang ditanggung begitu besar, alangkah lebih baik apabila hubungan seksual dilakukan setelah pernikahan. Pemikiran yang terbuka lebih disarankan untuk tidak menjustifikasi secara berlebihan.
Hidup di negara yang masyarakatnya masih mudah menghakimi memang merugikan perempuan yang dianggap sebagai objek seksualitas. Seolah-olah perempuan yang tidak perawan harus diasingkan dari pergaulan. Perempuan tidak perlu merasa minder meskipun dirinya sudah tidak perawan. Perempuan tetap memiliki harga diri tanpa harus memikirkan keperawanannya. Beberapa teman laki-laki yang bersedia saya wawancarai pun mau menerima pasangannya sekalipun perempuan tersebut sudah tidak perawan. Meskipun ada pula yang masih fanatik untuk mencari pasangan yang masih perawan, padahal ia sudah beberapa kali berhubungan seksual.
(Source: pinterest)

                                   

Komentar